Wadehel itu anak bengal. Dalam sebuah komentar dia cerita: di jaman sekolah dulu, ia pernah dalam sehari 12 kali digampar guru keseniannya, Pak Edi Hidayat. Itu rekor kena tampar. Mungkin, dia memang sering dibegituin guru-gurunya. Tanpa restu tuan besar modal, dia menyebut dirinya blogger celeb(rity). Saya tidak tahu siapa dia.
Tulisannya singkat, tanpa referensi, sinis dan kurang ajar. Tapi karena itu banyak bloggers, menjadikan blognya sarapan pagi, teman makan siang, atau dongeng sebelum tidur. Komentar bersliweran, pro dan kontra. Marah? Mungkin. Lihat saja bagaimana ia menulis tentang: Selamat Natal, dunia pesantren, poligami, jilbab, perempuan, cara kita beragama, dan bahkan tentang Tuhan. Dll. Tak kurang ada yang memberi banyak laknat dan nasehat. Semoga wadehel kembali ke jalan yang benar. What?
Wadehel itu bengal, tapi mungkin juga jenius. Karena, postingan wadehel adalah contoh fenomena posmodernisme.
Sorry, untuk mengerti alam pikiran posmo, ingatan kita mesti ditarik mundur agak jauh yaitu tentang strukturalisme. Tokoh strukturalis macam Lévi-Strauss, berteori: bahwa kita hanya bisa mengerti dunia sekeliling dan hidup nyaman menurut bentukan budaya, ajaran orangtua, ajaran agama (plus lengkap dengan kamus berisi daftar prasangka tentu saja).
Singkat saja: kata kaum strukturalis, ‘siapa kita’ itu dibentuk, dikonstruksi oleh masyarakat kita. Agama yang kita anut, cara berpikir, cara melihat dunia dan menilainya adalah warisan keluarga, masyarakat, budaya. Saya akan bertingkah polah persis masyarakat suku Timika, kalau saya lahir dan besar di sana. Saya akan membenci Israel habis-habisan kalau saya orang Palestina. Dst.
Tapi kaum posmo menolak teori itu. (Yang mempopulerkan antara lain: Jacques Derrida). Mereka katakan, dalam strukturalisme individu tak berdaya, tunduk pada bentukan masyarakat. Teori strukturalis membuat kita berpikir biner: baik dan buruk. Benar dan salah. Cantik dan jelek. Jalan yang benar dan durhaka. Tapi apa itu jalan benar dan durhaka? Itu produk konstruksi masyarakat. Lewat teks, lewat wacana, lewat fatwa.
Kaum posmo mengatakan: itu semua harus didekonstruksi. Untuk apa? Supaya kita akhirnya, sendiri, menemukan sesuatu. Yaitu, yang tidak dapat didekonstruksi lagi. Yang hakekat. Inti. Beyond de-construction.
Contoh: kitab hukum, pasal dan ayat-ayatnya, itu konstruksi, bentukan ahli hukum. Tetapi di atas konstruksi hukum, ada keadilan. Nah, ‘keadilan’ adalah sesuatu yang tak terdekonstruksi lagi. Keadilan itu intinya, hakekat hukum. Maka tiap pasal hukum harus didekonstruksi karena mungkin tidak lengkap ketika mengkonstruksi keadilan. Lalu harus didekonstruksi terus menerus, kalau memang nyatanya hukum itu tidak berkeadilan.
Celakanya, konstruksi buatan masyarakat meghujam lebih dalam dari pada sekedar selembar teks. Karena dia tinggal karatan dalam ingatan kolektif kita dan menjadi panglima cara berpikir dan bertindak kita. Ia menempel kuat dalam benak kita bahkan membentuk kita. Ingat saja bagaimana orde baru mencuci otak dan mengkonstruksi kita: “jangan omong SARA” “komunisme itu berbahaya”, misalnya. Dan itu begitu saja diamini oleh generasi muda, bahkan mereka yang tak tahu orde baru. Tetapi tidak membicarakannya dengan terbuka, sama saja menyiapkan bom waktu, kata teman saya. Itulah yang persis dilakukan wadehel.
Postingannya mendekonstruksi konsep-konsep kita. Ia tidak menyerang siapa-siapa. Karena yang didekonstruksi, dibongkar adalah benak kita, ingatan kolektif kita yang karatan tapi terlajur selalu kita amini tanpa pernah berani dikritisi. Maka betul kalau ada yang mengatakan : posmodernisme memang bukan teori filsafat, alat, metode atau piranti cara berpikir. Posmo tak perlu referensi. Posmo adalah sebuah realita nanah di benak kita yang empet, ingin membual keluar, tapi sering dipagari oleh norma kesantunan ciptaan masyarakat.
Itu sebabnya nanah itu muncrat ketika kita membaca postingan wadehel. Kita tertawa, kawatir, tapi mungkin tersinggung dan marah membacanya. Seperti gurunya yang 12 kali menamparnya. Mengapa? Karena diam-diam, kita terbiasa menjadi fans, pengikut yang taat, dan bahkan bertindak menjadi kaki tangan kerajaan kaum mapan dan tuan besar modal.
Kaum ini, tidak suka kita menjadi merdeka dalam berpikir, bertindak, beragama dengan mendekonstruksi semua wacana mereka. Mereka tidak suka kita bertemu langsung dengan yang tak terdekonstruksi itu. Karena zona kemapanan kita dan mereka akan ikut hancur. Rejeki dan posisi terguncang. Dengan ribuan kata dan wacana (suci) mereka sering mengajak kita melupakan hal yang paling takterdekonstruksi yakni ayat pertama atau ayat inti dari semua teks2 suci kita: Ia Yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
So, bagaimana cara mendekonstruksi semua wacana itu? Simpel. Pertanyakan saja semua sampai akhirnya ketemu yang tak terdekonstruksi lagi. Karena itu intinya. Dan yang inti itu tak pernah biner. Ia tunggal. Hanya ada Sang Maha Baik. Itulah teror posting si jenius bengal wadehel. Ia membawa bom yang meledak. Tidak dimana-mana. Tetapi di benak kita.
Karena itu kiranya, Sang Maha Baik sayang wadehel dan memberkatinya: tulisannya dibaca orang. Supaya kita sadar, banyak karat dalam benak kita, dalam cara kita berpikir, berkata dan bertindak. Yang baik dan yang buruk dalam ingatan kita harus didekonstruksi dulu, supaya kita bertemu dengan intinya saja, Yang Baik.
Tapi benar kata kisanak nan Arif (Kurniawan), si mantan model, ketika menanggapi komentar si bengal “jangan jadikan aku antek-antek wadehel”, atau antek siapapun juga. Karena kalau begitu, kita gagal menangkap pesan postingan wadehel sendiri. Terperangkap lagi dan terkonstruksi olehnya. Dan lalu, suatu ketika mungkin kita kecewa, seperti mereka yang kecewa dengan Aa Gym, misalnya.
Biarlah dan kita dukung wadehel terus menulis topik-topik yang lebih beragam dan menjadi seleb tanpa antek-antek, pengikut atau fans fanatik. Biarlah dia membantu kita mendekonstruksi zona-zona kemapanan kita dan warisan prasangka-prasangka: tumor busuk bernanah dan kanker ganas di benak kita.
Lalu dengan begitu, semoga, sendirian, bathin masing-masing kita bertemu dan berdialog dengan Yang Maha Takterkonstruksi itu. Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Hening. Takut?
Kang Adhi
PS Judul asli: (Memahami Posmodernisme).
Alhamdulillah, akhirnya ada yang menghubungkan antara wadehel dengan strukturalisnya Levi-Strauss, hehehe.
Hebat Kang Adhi, walaupun mungkin celananya wadehel bukan Levi’s, pasti ia suka. (*sok tahu banget saya, hehe*)
mengenai Posmo, saya jadi inget, sebuah tabloid bernama Posmo… isinya cerita hantu-hantuan dan kadang-kadang menyaingi kisah di sinetron hidayah. Apa hubungannya yaa antara wadehel dengan hantu dan sinetron hidayah?
Jangan-jangan, blog wadehel itu bahan dasar sinetron hidayah? 😀
Semoga wadehel mampu menjawabnya… huehuehue….
sialan, cepat kali kisanak, nyambernya. Hahaha
Hahaha, Kang Adhi… saya keduluan (bukan ketelikung koq) sampeyan. Ini semacam review pakai pendekatan cara penulisan si bengal itu ya ? *sok tau*
Saya nulis review pendek pas awal tahun, sampai menghitung rata-rata postingan dan komen-nya segala. Upload tertunda, khawatir mengganggu lalu lintas interaksi.
Nitip kata kuncinya aja ya … si bengal wadehel (biasanya manggil Mas sama beliau, sekarang lancang dikit) sepertinya mengajak kita berpikir dengan cara ambivalen, kadang juga ada parodi, … anehnya ada juga tutorial nya. Bikin jidat berkerut …
Saya hampir
terhasuttergoda sebuah tanya: ” wadehel, siapa sih sampeyan ?” 😀Btw, reviewnya mantap Kang.
Nunggu jawaban si jenius yang bengal itu ah…..
😀
titipannya saya teruskan ke wadehel
Review yg menarik :D. Saya baca jadi senyum-senyum sendiri karena inget masa lalu, jadul (baca: 4-5 tahun lalu) saya kayak gitu juga hahahaha.
Kalo orang yang bersangkutan baca, saya mo bilang ini aja:
Kritis kognitif itu harus, tapi perlu sadar diri kapan itu tidak berfungsi. Untuk hidup sebagai manusia harus bijak kapan pake otak kapan pake rasa.
titipan ini juga saya teruskan
That’s it! Kebenaran manusia itu relatif…
Tapi yang perlu kita lakukan adalah terus mencari Kebenaran yang sejati, yang Benar menurut yang Maha Benar, gitu ya?
Kang,
pun tetap sebuah konstruksi, penafsiran. Dan menjadi sangat berbahaya kalau sekelompok orang apa lagi dengan kekuatan politis mengklaim sebagai yang punya kebenaran itu.
itu yang tak terdekonstruksi
Saya setuju Wadehel emang bengal.
Biarlah ia hidup, untuk sebagai contoh orang yang labil yang selalu mengutamakan Hawa nafsu dan Akal dibandingkan Hati nurani.
Silahkan anda perangi dia dengan cara yang lebih cerdas.
Hmmm, kalau titipan yang ini saya biarkan di sini saja, ya. Karena kita gak mau perang tuh. Kalau perang, ya memerangi diri sendiri yang gampang berhawa nafsu marah dan jadi labil karena tulisan wadehel, supaya kita tetap bisa senyum or nyengir2 kuda kalau ketemu wadehel.
selama masih memakai simbol, keterkondisian tetap ada. gimana nih cara translasi yang tak terstruktur ke terstruktur tanpa terkondisi? tanpa embel2 maha ini atau maha itu?, coba kang di ulas tentang non-discursive mode of knowing biar tambah gayeng 🙂
hehe, makin berat aja prnya…
hehehe…wadehel kebanjiran pingback….
where are you, man??
wadehel sedang menyiapkan jurus lebih seru dong, no worries
[…] Mendelete Blog-nya!! Wadehel sudah tidak bisa menyembunyikan pisau perpektifnya ketika review oleh kang Adhi telah menempatkannya pada peta postmodernisme. Dan kedepan, yang sepaham/sepakat […]
Kang Akhmad ini memang suka judul yang seru eey. Selebriti khan dimana-mana diomongin orang atuh. Sudah takdirnya kali ya. Lagian ini khan cuma sudut pandang (subyektif) saja..
Set Mode :
{
Senyum-Senyum sendiri;
}
kalo ga ada orang kayak hel, kayak ga ada jarum di jalan raya,, kalo kayak gini kasihan yang jadi tukang tambel ban..
nanti wadehel, gak cuma kasih jarum kok tapi ranjau, lebih srem…
BTW yang penting jangan sampai go to hell.
amiiiin. klu sudah masalah “hell” udah masuk wilayah ghoib Pak Guru…
hidup wadehel!! 😛
semoga kamu bisa juga seproduktif wadehel, kalau perlu melebihinya. Makin rame khan? Hidup juga. hehe
{“So, bagaimana cara mendekonstruksi semua wacana itu? Simpel. Pertanyakan saja semua sampai akhirnya ketemu yang tak terdekonstruksi lagi. Karena itu intinya. Dan yang inti itu tak pernah biner. Ia tunggal. Hanya ada Sang Maha Baik. Itulah teror posting si jenius bengal wadehel. Ia membawa bom yang meledak. Tidak dimana-mana. Tetapi di benak kita.”}
Om Adhi, taktik tak boleh mengkhianati strategi… tak mungkin mengamankan “yang tak terdekonstruksi’ dengan logika dekonstruksi. itu mengkhianati logika dekonstruksi itu sendiri. lagi pula dekonstruksi beda dengan ngomong2 radikal, bukan? dan siapa pula yg “sedang” melakukan dekonstruksi itu? jiakakakakakakaka 😀
Undeconstructibility adalah istilah dari Derrida sendiri (posisinya: construction-deconstruction-udeconstructibility). Telusuri kembali referensi2 saya. Istilah radikal, asal katanya radix (bhs latin)= akar. Radikal berarti kembali ke akarnya, mendekonstruksi itu radikal. Dlm bahasa Indonesia sering dirancukan dengan istilah ekstrim. Yang ekstrim belum tentu radikal. Saya tidak sedang melakukan dekonstruksi karena tidak sampai pada undeconstructibility dari setiap topik spesifik dalam postingan2 wadehel. Itu pekerjaan berat. Cocok untuk skripsi. Ha. Tetapi proses dekonstruksi terjadi dengan sendirinya dalam benak masing-masing kalau setiap orang mau melakukannya dan tidak marah-marah atau melaknatnya. Posting saya hanya sudut pandang, review subyektif (sangat terbuka untuk dikritik). Biasa saja. Saya sendiri punya keyakinan (*sok tahu*) Wadehel sedang melakukannya. Hehe
Terus terang, Kang Adhi… Wadehel emang cocok dijadiin “bahan” penelitian. Saya sekarang berusaha menulis tentangnya dari sudut pandang yang lain (psikologi) tapi nggak tahu apa berkenan nantinya. Analisis karakter dari tulisan kayaknya cocok deh… 🙂
Semoga sampai sebuah tulisan. Ditunggu.
kasihan si wadehel.. tetapi memang pantas untuk dikritisi karena tulisan2nya gak berdasar dan condong menyinggung sara…
Saya sangat menghargai wadehel dan menikmati sangat postingannya. Lha ibarat review film: saya ini lagi promosi wadehel kok. Tapi gak usah jadi antek-antek. Sambil mengkritisi pandangan sementara orang (or ketakutan(?)) dalam bicara soal sara. Wacana semacam itu adalah warisan orde baru yang perlu dikritisi. Justru sebaiknya hal itu kayaknya perlu dibicarakan secara terbuka konstruktif dalam zona-zona yang tepat. Mungkin baik postingan saya yang berjudul “Milis antar agama” bisa menjadi referensi, untuk melihat posisi subyektif saya. Hehe
kebenaran akan terungakap setelah peristiwa,kepahlawanan akan di kenang setelah kematian, begitu juga sebuah tulisan akan di pahami setelah berlalu..go to hell…
amin. kecuali “go to hell” nya
Dan Oom Wadehel belum komen juga disini :))
mungkin sedang repot saja.
kenalilah kebenaran itu, maka kamu akan tau siapa yang berada pada kebenaran itu.
Jadi, kritisilah pandangannya, jangan orangnya.
saya kira itu baru sikap yang bijak.
terimakasih untuk sarannya
Weh jangan gitu ah…
mungkin baik dibaca pelan-pelan, ok? 🙂
ditujukan: orang yg keras hatinya.
Begitulah kiranya orang yang mengikuti hawa nafsunya, senang memutarbalikkan kebenaran, sampai akhirnya melampaui batas terhadap agama. Apakah tidak takut dan mengerikan jika doa laknat yang justru didengar oleh Allahu ta’ala? Maka jalan satu-satunya adalah dengan taubat sebenar-benarnya, memohon ampunan Allah subhanahu wata’ala, dan menghapus website “SAMPAH”nya.
Semoga pak Anto tidak menjenguk blog “Sampah” itu lagi. Baca blog yang menurut pak Anto yang baik dan benar saja ya. Atau mau recycling? Itu bisnis bagus lho…Lumayan buat nambah ongkos dakwah.
{Undeconstructibility adalah istilah dari Derrida sendiri (posisinya: construction-deconstruction-udeconstructibility). Telusuri kembali referensi2 saya. Istilah radikal, asal katanya radix (bhs latin)= akar. Radikal berarti kembali ke akarnya, mendekonstruksi itu radikal.}
Bahkan seorang Derrida pun bisa seputus asa Søren Kierkegaard yg “melompat kepada iman”… Lagi pula not “what the hell” nor u do deconstruction? Mungkin lebih tepat kalo wadehel itu destruktivis alih-alih dekonstrustuktivis :D, bukan?
Putus Asa? Mungkin betul menurut (literatur)mu. Buat Søren, “lompatan iman” adalah pencerahan filosofisnya. Bukan iman buta lagi, tapi iman yang dicerahkan. So putus asa or pencerahan, destruktif or dekonstrutif? Pilihan yang dijatuhkan itu mencerminkan benak kita sendiri sebenarnya…:D,
wah, wadehel belum komen di sini
udah kok, cuma lagi sibuk
wadehel menghilang
cuma lagi sibuk saja
aku penghuni baru di wordpress…
sering c mengamati blognya mas wadehel…
yah…seru c rame bgt blognya…
coba sekarang siaoa blogger di wp atau dimanapu yang ga pengen tulisannya laku…(kaya punya c wadehel) atau paling ga nongol tiap hari di top 10 wordpress…
kan kita sama2 tahu pasti punyanya si wadehel yang nongkrong terus disana….
maaf lho ni, kang adhi ini nulis ginian maksudnya karna sayang ama wadehel kan? maksudnya mau nyadarin dia toh? bukan karena pengen blognya yang paling rame? *kabur*
*balik lagi* btw, gara2 judul ini jadi rame buanget blognya…hohoho
justru aku ambil resiko tulisanku yang lain malah gak kebaca. Tertelikung istilahnya. Gak papa deh demi pencerahan?
Hmmm… jadi binun, ini sebenernya pujian sambil menghujat, atau menghujat sambil muji ya? Jangan2, sebenarnya saya hanya dijadikan tumbal saja untuk tulisan tentang posmo dan dekon-dekonan ini ya?
Ah, tapi karena saya sedang hobi berbaik sangka, saya anggap ini pujian yang berlebihan, jadi, terimakasih banyak:)
Sedikit klarifikasi (seleb kan harus klarifikasi):
Dugaan itu tidak benar, saya tidak sering kena tampar. Guru-guru saya juga tidak semua begitu, hanya 3 orang saja yang seharusnya jadi guru binatang sirkus.
Oks, selamat berkarya!
selamat kerja juga!
akhirnya wadehel muncul…
manasih blogmu?
Kang Kombor kok baca tulisan wadehel biasa-biasa saja, seperti tulisan kebanyakan orang yang belum menemukan apa yang dicari. Semakin lama mencari, malah nemu yang aneh-aneh yang mungkin belum ditemukan orang dan menjadi material pro-kontra.
Review ini membuat Kang Kombor jadi ingin membaca lebih banyak tulisan wadehel. Apa benar dia sebengal itu?
untuk beberapa orang yang suka marah-marah kesannya begitu. untuk kang Kombor biasa-biasa saja
I vote Wadehel !!!
He..he..he… Ini dia salah satu pola pikir bangsa indonesia. Pahami dong apa yg tersirat di balik tulisan wedehel.
Mengapa dia begitu? Mungkin hanya ngetes kita doang.
Judulnya aja WADEHEL
– WADEHEL w/ agama jika orang mengaku beragama saling tikam
– WADEHEL w/ pengadilan di mana tidak pernah terjadi keadilan.
– WADEHEL w/ sekolah jika anak kita obyek gamparannya guru-guru.
– WADEHEL…WADEHEL…WADEHEL…
Sepakat! ini (mungkin lho) juga contoh brengkali, komentator yang tidak melihat yang tersirat dalam tulisan saya, dan menggenalisir seluruh bangsa Indonesia yang 220 jutaan yang katanya berpola pikir seperti itu. Khas mentalitas antek-antek yang justru meracuni kemerdekaan berpikir yang ditawarkan postingan wadehel. Atau cuma baca judul postingan aja langsung komentar kali? Ah, tak tahu lah.
saya bukan antek wadehel ,,,tapi sering mampir ke blog nya ekekekek…
trus ngapain aja sih kalau kamu mampir-mampir? ayo pulang kerja, langsung pulang hahaha
aduh… saya ko ga begitu ngerti tentang postmodern ini yah…
wadehel pun akhirnya ‘menyerang’ balik dengan argumentasi trafik 😛
*bukan antek wadehel loh
lha, aku no.2 ngasih komentar dipostingannya? 😛 Seperti kata wadehel “semua hal di semesta ini bisa benar tergantung dari sudut mana si pengamat melihat”. Lha cuma itu sudutnya wadehel. hahaha
He2 mumet…
Tokoh strukturalis macam Lévi-Strauss, berteori: bahwa kita hanya bisa mengerti dunia sekeliling dan hidup nyaman menurut bentukan budaya, ajaran orangtua, ajaran agama (plus lengkap dengan kamus berisi daftar prasangka tentu saja).”
Komen: Apakah pendapat levi-strauss bukan juga merupakan bentukan budaya, ajaran agama?
Sangat mungkin, mas Budi. Tapi jangan lupa, tidak ada seorangpun yang mengatakan teori itu sebelum Levi. Tapi tentu tidak sesederhana uraian saya, ia menguraiakan panjang lebar hasil penelitian budayanya secara mendalam dan bermutu dalam buku-bukunya.
Tentang deridda, saya pernah baca, dia berpendapat bahwa tidak ada meta-narasi atau kebenaran mutlak. Semua hal mungkin didekonstruksi, jadi tidak ada yang “beyond deconstruction”. Benar begitu? Mohon contoh sesuatu yang “beyond deconstruction”…
Mohon pencerahan
Memang tesis utama dari post modernisme adalah anti meta-narasi (a story about stories), atau hegemony. Tetapi anehnya deridda sendiri mengajukan konsep undeconstructibility itu. Lihat disini , walaupun tidak dalam pengertian transendental. Yang saya tawarkan adalah mencoba mencari undeconstractibility dari teks-teks suci untuk meruntuhkan wacana/konstruksi klaim kebenaran mutlak yang sangat hegemonis dalam (aliran) agama-agama. Tambah mumet? Haha. Bahasanya memang mesti begini supaya yang ngamuk gak tambah ngamuk. 🙂
ini berarti blog hebat, yang punya nya udah bisa nge judge orang soalnya … hebat-hebat !
amin
bagi saya, wadehel itu blog yang sangat kreatif dan menyegarkan…
sepakat!
Wadehel ini mahluk postmodernist atau strukturalist. Saya sendiri melihat ia lebih cenderung deconstructionist…. 🙂
Semua istilah diatas awam buat saya….he…he…he…
ya itung-itung icip-icip, pura-pura ngerti saja
waduh, saya kok baru tau yah wadehel punya wordpress (bener2 hidup dalam goa). Saya salut dengan wadehel, dia tidak takut mengajak kita untuk memikirkan kembali peraturan-peraturan yang sudah ada dalam masyarakat/agama. Semoga suatu saat postingan2nya bisa diterbitkan dalam sebuah buku. Atau mungkin juga wadehel di panggil untuk acara talk show di televisi. Dunia yang membusuk ini butuh pertolongan.
amin! makanya sering-sering main ke WP!
“Tulisannya singkat, tanpa referensi, sinis dan kurang ajar. Tapi karena itu banyak bloggers, menjadikan blognya sarapan pagi, teman makan siang, atau dongeng sebelum tidur. Komentar bersliweran, pro dan kontra. Marah? Mungkin. Lihat saja bagaimana ia menulis tentang: Selamat Natal, dunia pesantren, poligami, jilbab, perempuan, cara kita beragama, dan bahkan tentang Tuhan. Dll. Tak kurang ada yang memberi banyak laknat dan nasehat. Semoga wadehel kembali ke jalan yang benar. What? ”
Well … Wecome aboard what the hell 😀
amin
blog wadehel secara nggak langsung sering mengingatkanku untuk terus berpikir kritis sekaligus open-mind. seru banget deh. meskipun akuh jarang komentar di sana karena sering tidak tahu mau komentar apa (speechless gituh).
mungkin sebentar lagi akan ada wadehel fans club.
kamu mau jadi anggota pertama?
wah..kang Adhi, setelah jalan2 di blognya dik w a d e h e l sekian lama aku malah baru nyadar ada postingan bagus kaya gini..hohohoho. Memang orang yang bikin pihak lain pecas ndahe gara2 postingannya yang menarik (untuk didukung dan dilaknat..hehehe)
{“…destruktif or dekonstrutif? Pilihan yang dijatuhkan itu mencerminkan benak kita sendiri sebenarnya…:D,}
Kang Adhi, ane cuma mau bilang kalo mungkin ga tepat kita mengumbar istilah dekonstruksi. Terlalu berat, lagi. Kalo cuma kritis dan radikal, semua filsuf udah begitu. Tapi kalo udah dekonstruksi, maqomnya udah beda. Apa (hampir) semua filsuf tuh dekonstruktivis juga hanya karena dia radikal atau kritis? … Apalagi kita-kita yg baru pemamah filsafat saja 😀
mari …
marilah beramai-ramai
mengunjungi neraka jahanam nan abadi …
masih banyak kapling kosong nech …
dan .. info terbaru … Neraka Jahanam sedang menyiapkan kapling ekslusif … 1 hektar per orang …
mereka yg mampu mengajak penghuni baru dapet bunus menarik …
wakkakakakaaa …
@fulan (comment#2), Kang Adhi n all:
Ini mungkin basbang …
Ada petunjuk berguna bagi yg ingin
menasihatitahu siapa wadehel.*emang basbang yach..”
[…] Kang Adhi sibuk ngrasanin Wadehel karena terinspirasi oleh Pak Arif yang menjawab komentar Guh. Beliau mengaitkan Wadehel dengan teori strukturalisme vs dekonstruksi. – Kembali, orang yang sama muncul, dan (kembali) mengumbar kata-kata kasar di blog Kang Adhi. – […]
ahh.. itu sebenarnya semua karena latahan pak. bangsa atau umat kitakan suka latah. (bahasa inggrisya latah apa seh?) pas kena (atau dengar, atau baca) yang aneh-aneh dikit atau istilahnya brake the rule dikit lsg deh koar koar nggak bisa nerima dengan kepala dingin. trus kalau pandangan kita beda lain dari pada yang lain pada sibuk nyalahin. padahal kalau kita ikut menurut cara pandang tersebut bisa jd ikut ngerti. terima kasih udah buat tulisan ini, buat nambah ilmu dan istilah bagi saya.
[…] dengan sebuah “fenomena” di WordPress yang bernama Wadehel. Judul tulisannya adalah Jangan Jadi Antek2 Wadehel. Sebuah tulisan yang bermakna penyadaran bagi diri saya sehingga saya menuliskannya dengan versi […]
[…] yang kerap terlupakan dalam diskusi yang melibatkan puluhan blogger ini: 1. Tak bisakah kita pakai bahasa yang santun? (bagi saya tidak masalah kata-katanya kurang sopan, tapi harus santun!) 2. Tak bisakah membaca […]
sudut pandang yang menarik dan menjadikan refrensi saya dalam memandang terima kasih
[…] yang kerap terlupakan dalam diskusi yang melibatkan puluhan blogger ini: 1. Tak bisakah kita pakai bahasa yang santun? (bagi saya tidak masalah kata-katanya kurang sopan, tapi harus santun!) 2. Tak bisakah membaca […]
[…] Wadehel dengan teori strukturalisme vs dekonstruksi. – Kembali, orang yang sama muncul, dan (kembali) mengumbar kata-kata kasar di blog Kang Adhi. – Menyambung tulisan Kang Adhi, dari Kebumen Bang Tajib menyarankan Wadehel agar […]
I have not checked in here for a while as I thought it was getting boring, but the last several posts are great quality so I guess I will add you back to my everyday bloglist. You deserve it friend 🙂